Book Review Ilmu Ushul Fiqh Karya Shalih Utsaimin
BOOK
REVIEW
ILMU
USHUL FIQIH
Book
Review ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih
Dosen
Pengampu :
Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.
Disusun
Oleh :
Zahrotul
Fathurrahmah (183111132)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IAIN
SURAKARTA
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
Buku
yang berjudul Ilmu Ushul Fiqih karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘utaimin
merupakan buku yang mempelajari ilmu-ilmu hukum Islam yang disebut ilmu Ushul
Fiqih. Buku ini juga berguna bagi para pengkaji ilmu ushul fiqih untuk
mengawali diri meniti karir sebagai pemula dalam mempelajari aturan-aturan
menurut hukum islam dalam kehidupan sehari-hari bahkan juga bagi peminat studi
ilmu fiqih.
Al-Qur’an
dan hadits merupakan dua dalil hukum yang bertujuan sebagai petunjuk-petunjuk
adanya hukum. Namun, untuk mengetahui hukum-hukum tidak cukup hanya dengan
melalui Al-Qur’an dan hadits saja, melainkan perlu cara khusus untuk
memahaminya dari petunjuk-petunjuk itu. Oleh karena itu ditulislah buku “Ilmu
Ushul Fiqih” agar lebih memahami Al-Qur’an dan hadits sebagai hukum Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Identitas
Buku
Judul :
Ushul Fiqih
Penulis :
Syaikh Muhammad bin Shalih AL ‘utaimin
Tahun terbit : 2008
Penerbit : Media Hidayah
Tebal halaman : 136 halaman
ISBN :
978-979-19015-1-2
B.
Isi Buku
1.
Ushul Fiqih
Ushul
fiqih adalah ilmu yang membahas dalil-dalil fiqih secara ijmal (global), cara menyimpulkan
hukum dari dalil-dalil tersebut, dan keadaan orang yang menyimpulkan hukum
tersebut. Manfaat ushul fiqih yaitu memungkinkan untuk mendapat kemampuan yang
dapat mengeluarkan hukum-hukum syari’at dari dalil-dalilnya berdasarkan dasar-dasar
yang benar.
2.
Ahkam
(Hukum-Hukum)
Ahkam adalah sesuatu
yang dikandung oleh pernyataan syari’at yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan
mukallaf baik berupa thalab (amr atau nahi), takhyir (mubah), atau wadh’
(shahih atau fasid).
Hukum syari’at dibagi
menjadi dua : taklifiyyah dan wadh’iyyah
Hukum taklifiyah
Hukum taklifiyyah terbagi
menjadi lima :
a.
Wajib
Sesuatu yang
diperintahkan oleh syar’i secara ilzam (wajib).
Contoh : sholat lima
waktu
b.
Mandhub
Sesuatu yang
diperintahkan oleh syar’i tetapi tidak secara ilzam (wajib).
Contoh : sholat
rawatib.
c.
Muharram
Sesuatu yang dilarang
oleh syar’i secara ilzam (wajib) untuk ditinggalkan
Contoh : durhaka kepada
orang tua.
d.
Makruh
Sesuatu yang dilarang
oleh syar’i, tetapitidak secara ilzam (wajib untuk ditinggalkan.
Contoh : mengambil dan
memberi dengan tangan kiri.
e.
Mubah
Sesuatu yang tidak
berkaitan dengan perintah dan tidak juga (berkaitan dengan) larangan dengan
sendirinya.
Contoh : makan pada
bulan Ramadhan pada malam hari
Hukum
Wadh’iyyah
Hukum
wadh’iyyah terbagi menjadi dua :
a. Shahih
(sah)
Sesuatu yang pengaruh
perbuatannya berakibat padanya baik yang berupa ibadah maupun akad.
Contoh dalam ibadah
: mengerjakan sholat pada waktunya,
memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun, dan kewajibannya secara sempurna.
b. Fasid
(rusak)
Perbuatan yang pengaruh
perbuatannya tidak berakibat padanya, baik yang berupa ibadah maupun akad.
Contoh ibadah fasid :
mengerjakan sholat sebelum waktunya.
3.
‘Ilm
(Ilmu)
‘Ilmu
adalah mengetahui sesuatu sebagaimana hakikat sebenarnya dengan pengetahuan
yang pasti.
Macam-macam
ilmu :
a.
Ilmu
dharuri
Adalah
pengetahuan tentang sesuatu secara pasti tanpa memerlukan penelitian dan
pembuktian.
Contoh
: ilmu bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah SWT.
b.
Ilmu
nazhari
Adalah
ilmu yang membutuhkan penelitian atau pendalilan.
Contoh
: ilmu tentang wajibnya niat dalam sholat.
4.
Kalam
Kalam
adalah lafal yang bermanfaat (sempurna) atau lafal yang diletakkan untuk suatu
makna.
Contoh
:
اللهُ رَبُّنَا
“Allah
Rabb kita”
Pembagian
kalam berdasarkan kemungkinan dapat tidaknya disifati dengan benar atau tidak
benar :
a.
Khabar
(berita)
Khabar
adalah kalam yang dapat disifati dengan benar atau dusta karena dzatnya.
b.
Insya’
Insya’
adalah kalam yang tidak memungkinkan disifati dengan benar dan dusta
Pembagian
kalam ditinjau dari sisi penggunaannya:
a.
Hakekat
Adalah
lafat yang digunakan sesuai dengan makna yang diletakkan baginya
(sesungguhnya).
Contoh
: kata asad (singa) digunakan untuk menunjukkan hewan buas.
b.
Majaz
Adalah
lafal yang digunakan selain makna yang diletakkan baginya (makna sesungguhnya).
Contoh
: kata asad (singa) yang digunakan untuk menyebut seorang laki-laki yang amat
pemberani.
5.
Amr
(Perintah)
Amr
(perintah) adalah ucapan yang mengandung permintaan untuk melakukan perbuatan
dari pihan yang lebih tinggi.
Contoh
: “dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat” (QS Al-Baqarah ayat 43).
Bentuk-bentuk
amr :
a.
Fi’il
amr
Contoh
: “ bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an).
(QS. Al-‘Ankabut ayat 45)
b.
Ism
fi’il amr
Contoh
: “mari mengerjakan shalat.”
c.
Masdar
pengganti fi’il amr
Contoh
“apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka
pancunglah batang leher mereka. (QS. Muhammad ayat 4)
d.
Mudhari’
yang disertai lam amr
Contoh
: supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (QS. Al-Fath ayat 9)
6.
Nahy
(Larangan)
Nahy
(larangan) adalah ucapan yang mengandung permintaan supaya tidak melakukan
suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi dengan menggunakan bentuk khusus
yaitu mudhari’ yang disertai la nahiyah.
Contoh
: “dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat.”
(QS. Al-An’am ayat 150).
7.
‘Am
(Umum)
Adalah
lafal yang mencakup seluruh anggotanya tanpa ada batasan.
Contoh
: sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang
besar (surga). (QS. Al-Infithar ayat 13)
Bentuk-bentuk
umum :
a.
Sesuatu
yang dengan sendirinya menunjukkan hal yang umum.
b.
Isim
syarat
c.
Isim
istifham (kata tanya).
d.
Isim
maushu (kata sambung)
e.
Nakirah
( tak tentu, tak definit) dalam konteks
f.
Ma’rifah
(tertentu, definit)
g.
Ma’rifah
karena adanya alif lam
8.
Khas
(Khusus)
Adalah
lafal yang menunjukkan sesuatu yang dibatasi dengan pribadi atau bilangan.
Misalnya
: nama diri, bilangan
9.
Muthlaq
dan muqayyad
Muthlaq
adalah sesuatu yang menunjukkan hakikat tanpa adanya pengikat.
Contoh
: “maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri
itu bercampur.” (QS. Al-Mujadilah ayat 3)
Muqayyad
adalah sesuatu yang menunjukkan hakikat dengan adanya pengikat
Contoh
: “(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.”(QS. An-Nisa
ayat 92)
10.
Mujmal
dan Mubayyan
Mujmal
adalah sesuatu yang pemahaman maksudnya didasarkan kepada sesuatu yang lain
baik dalam hal ta’yin (penentuan)nya, penjelasan tatacaranya, atau kadar
(ukuran)nya.
Contoh
: “wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)tiga kali
quru’.” (QS. Al Baqarah ayat 228)
Mubayyan
adalah sesuatu yang dapat dipahami maksudnya berdasarkan penggunaannya sejak
awal mula atau setelah adanya penjelasan
Contoh
: “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah ayat 43)
11.
Zhahir
dan Mu’awwal
Zhahir
adalah sesuatu yang dengan sendirinya menunjukkan makna yang rajah yang
disertai kemungkinan adanya makna yang lain.
Contoh
:
Sabda
Rasulullah : “Berwudhulah kalian karena makan daging unta.”
Mu’awwal
adalah sesuatu yang lafalnya dibawa kepada makna yang marjuh.
Contoh
: “Dan tanyalah (Penduduk) negeri.” (QS. Yusuf ayat 82)
12.
Nasakh
Nasakh
adalah menghapus hukum atau lafal syar’i dari sutu dalil syar’i dengan dalil
dari Al-Kitab dan As-Sunnah
Contoh
: “sekarang Allah telah meringankan kepadamu…” (QS. Al-Anfal ayat 66)
Hal-hal
yang tidak dapat dinasakh yaitu khabar dan hukum-hukum yang berupa kemaslahatan
(yang berlaku) untuk setiap waktu dan tempat seperti tauhid, pokok-pokok
keimanan, dan sejenisnya.
13.
Akhbar
Akhbar
adalah segala hal yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan,
perbuatan, persetujuan, atau sifat.
14.
Ijma’
Ijma’
adalah kesepakatan para mujtahid umat ini sepeninggal Nabi mengenai suatu hukum
syar’i.
Macam
ijma’ :
a.
Ijma’
qath’i : ijma’ yang diketahui terjadinya diantara umat ini secara pasti.
Contoh
: ijma’ tentang wajibnya sholat lima waktu.
b.
Ijma;
dzanni : ijma’ yang tidak diketahui kecuali dengan cara menelaah dan meneliti.
15.
Qiyas
Adalah
penyamaan suatu cabang dengan pokok dalam suatu hukum karena adanya illah
(sebab) yang menyatukan (mengumpulkan) keduanya.
Syarat
qiyas :
a.
Tidak
bertabrakan dengan dalil yang lebih kuat.
b.
Hukum
perkara yang pokok ditetapkan berdasarkan pada nash atau ijma’
c.
Hukum
pokok tersebut mempunyai illah (alasan, sebab) yang diketahui supaya dapat
digabungkan antara yang pokok dan yang cabang dalam hal illah tersebut.
d.
Illah
tersebut mengandung makna yang sesuai dengan hukum yang diketahui dari
kaidah-kaidah syara’
e.
Illah
terdapat pada cabang sebagaimana terdapat pada pokok.
16.
Ta’arudh
Adalah
saling berhadapan antara dua dalil, yang satu menyelisihi yang lainnya.
Ta’arudh
ada 4 macam keadaan :
a.
Memungkinkan
untuk digabung
b.
Tidak
mugkin digabung
c.
Jika
tidak diketahui waktunya, diamalkan yang rajah jika memungkinkan untuk ditarjih
(ada perangkat yang merajihkannya)
d.
Jika
tidak memungkinkan dicari yang rajah, (tidak ada perangkat yang merajihkan),
hendaknya tawaqquf (berdiam diri)
17.
Mufti
dan Mustafti
Mufti
adalah orang yang memberi tahu tentang hukum syar’i.
Mustafti
adalah orang yang bertanya tentang hukum syar’i.
Syarat-syarat
wajibnya fatwa :
a.
Terjadinya
peristiwa yang ditanyakan
b.
Tidak
mengetahui bahwa orang yang bertanya bertujuan untuk bersikap berlebihan,
mencari keringanan, atau tujuan jelek lainnya.
c.
Fatwa
tersebut tidak menimbulkan bahaya yang lebih besar.
18.
Ijtihad
Adalah
mengerahkan segala daya upaya untuk mengetahui hukum syar’i.
Syarat-syarat
ijtihad :
a.
Mengetahui
dalil-dalil syar’I yang dibutuhkan dalam ijtihad.
b.
Mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan shahih atau dha’ifnya suatu hadits.
c.
Mengetahui
dalil-dalil yang menyebabkan suatu hukum menjadi berbeda.
d.
Memiliki
kemampuan untuk beristimbath (mengeluarkan) hukum-hukum dari dalil-dalinya.
19.
Taqlid
Adalah
mengikuti orang yang pendapatnya tidak dapat dipakai hujjah.
Tempat-tempat
bolehnya taqlid :
a.
Orang
yang bertaqlid adalah orang awam yang tidak mampu mengetahui hukum sendiri.
b.
Seorang
mujtahid mendapati suatu permasalahan yang menuntut dirinya mengetahui hukumnya
dengan segera, sementara ia tidak mampu meneliti masalah tersebut.
Macam-macam
taqlid :
a.
Taqlid
umum
Adalah
taqlid yang mengikuti satu madzhab tertentu dengan mengambil keringanan yang
ada dan kewajibannya dalam seluruh masalah agama
b.
Taqlid
khusus
Mengambil suatu
pendapat tertentu dalam masalah tertentu.