Minggu, 10 Februari 2019

Book Review Ilmu Ushul Fiqh Karya Shalih Utsaimin

BOOK REVIEW
ILMU USHUL FIQIH
  

Book Review ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih
Dosen Pengampu :
 Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.
Disusun Oleh :
Zahrotul Fathurrahmah (183111132)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IAIN SURAKARTA
2018


BAB I
PENDAHULUAN

            Buku yang berjudul Ilmu Ushul Fiqih karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘utaimin merupakan buku yang mempelajari ilmu-ilmu hukum Islam yang disebut ilmu Ushul Fiqih. Buku ini juga berguna bagi para pengkaji ilmu ushul fiqih untuk mengawali diri meniti karir sebagai pemula dalam mempelajari aturan-aturan menurut hukum islam dalam kehidupan sehari-hari bahkan juga bagi peminat studi ilmu fiqih.
            Al-Qur’an dan hadits merupakan dua dalil hukum yang bertujuan sebagai petunjuk-petunjuk adanya hukum. Namun, untuk mengetahui hukum-hukum tidak cukup hanya dengan melalui Al-Qur’an dan hadits saja, melainkan perlu cara khusus untuk memahaminya dari petunjuk-petunjuk itu. Oleh karena itu ditulislah buku “Ilmu Ushul Fiqih” agar lebih memahami Al-Qur’an dan hadits sebagai hukum Islam.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Identitas Buku
Judul                    : Ushul Fiqih
Penulis                 : Syaikh Muhammad bin Shalih AL ‘utaimin
Tahun terbit          : 2008
Penerbit    :  Media Hidayah
Tebal halaman      : 136 halaman
ISBN                    : 978-979-19015-1-2
B.    Isi Buku
1.     Ushul Fiqih
Ushul fiqih adalah ilmu yang membahas dalil-dalil  fiqih secara ijmal (global), cara menyimpulkan hukum dari dalil-dalil tersebut, dan keadaan orang yang menyimpulkan hukum tersebut. Manfaat ushul fiqih yaitu memungkinkan untuk mendapat kemampuan yang dapat mengeluarkan hukum-hukum syari’at dari dalil-dalilnya berdasarkan dasar-dasar yang benar.
2.     Ahkam (Hukum-Hukum)
Ahkam adalah sesuatu yang dikandung oleh pernyataan syari’at yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf baik berupa thalab (amr atau nahi), takhyir (mubah), atau wadh’ (shahih atau fasid).
Hukum syari’at dibagi menjadi dua : taklifiyyah dan wadh’iyyah
Hukum taklifiyah
Hukum taklifiyyah terbagi menjadi lima :
a.      Wajib
Sesuatu yang diperintahkan oleh syar’i secara ilzam (wajib).
Contoh : sholat lima waktu

b.     Mandhub
Sesuatu yang diperintahkan oleh syar’i tetapi tidak secara ilzam (wajib).
Contoh : sholat rawatib.
c.      Muharram
Sesuatu yang dilarang oleh syar’i secara ilzam (wajib) untuk ditinggalkan
Contoh : durhaka kepada orang tua.
d.     Makruh
Sesuatu yang dilarang oleh syar’i, tetapitidak secara ilzam (wajib untuk ditinggalkan.
Contoh : mengambil dan memberi dengan tangan kiri.
e.      Mubah
Sesuatu yang tidak berkaitan dengan perintah dan tidak juga (berkaitan dengan) larangan dengan sendirinya.
Contoh : makan pada bulan Ramadhan pada malam hari
Hukum Wadh’iyyah
Hukum wadh’iyyah terbagi menjadi dua :
a.    Shahih (sah)
Sesuatu yang pengaruh perbuatannya berakibat padanya baik yang berupa ibadah maupun akad.
Contoh dalam ibadah :  mengerjakan sholat pada waktunya, memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun, dan kewajibannya secara sempurna.
b.   Fasid (rusak)
Perbuatan yang pengaruh perbuatannya tidak berakibat padanya, baik yang berupa ibadah maupun akad.
Contoh ibadah fasid : mengerjakan sholat sebelum waktunya.
3.     ‘Ilm (Ilmu)
‘Ilmu adalah mengetahui sesuatu sebagaimana hakikat sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti.

Macam-macam ilmu :
a.      Ilmu dharuri
Adalah pengetahuan tentang sesuatu secara pasti tanpa memerlukan penelitian dan pembuktian.
Contoh : ilmu bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah SWT.
b.     Ilmu nazhari
Adalah ilmu yang membutuhkan penelitian atau pendalilan.
Contoh : ilmu tentang wajibnya niat dalam sholat.
4.     Kalam
Kalam adalah lafal yang bermanfaat (sempurna) atau lafal yang diletakkan untuk suatu makna.
Contoh :
اللهُ رَبُّنَا
“Allah Rabb kita”
Pembagian kalam berdasarkan kemungkinan dapat tidaknya disifati dengan benar atau tidak benar :
a.       Khabar (berita)
Khabar adalah kalam yang dapat disifati dengan benar atau dusta karena dzatnya.
b.       Insya’
Insya’ adalah kalam yang tidak memungkinkan disifati dengan benar dan dusta
Pembagian kalam ditinjau dari sisi penggunaannya:
a.       Hakekat
Adalah lafat yang digunakan sesuai dengan makna yang diletakkan baginya (sesungguhnya).
Contoh : kata asad (singa) digunakan untuk menunjukkan hewan buas.


b.       Majaz
Adalah lafal yang digunakan selain makna yang diletakkan baginya (makna sesungguhnya).
Contoh : kata asad (singa) yang digunakan untuk menyebut seorang laki-laki yang amat pemberani.
5.     Amr (Perintah)
Amr (perintah) adalah ucapan yang mengandung permintaan untuk melakukan perbuatan dari pihan yang lebih tinggi.
Contoh : “dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat” (QS Al-Baqarah ayat 43).
Bentuk-bentuk amr :
a.      Fi’il amr
Contoh : “ bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an). (QS. Al-‘Ankabut ayat 45)
b.     Ism fi’il amr
Contoh : “mari mengerjakan shalat.”
c.      Masdar pengganti fi’il amr
Contoh “apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. (QS. Muhammad ayat 4)
d.     Mudhari’ yang disertai lam amr
Contoh : supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (QS. Al-Fath ayat 9)
6.     Nahy (Larangan)
Nahy (larangan) adalah ucapan yang mengandung permintaan supaya tidak melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi dengan menggunakan bentuk khusus yaitu mudhari’ yang disertai la nahiyah.
Contoh : “dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat.” (QS. Al-An’am ayat 150).

7.     ‘Am (Umum)
Adalah lafal yang mencakup seluruh anggotanya tanpa ada batasan.
Contoh : sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (surga). (QS. Al-Infithar ayat 13)
Bentuk-bentuk umum :
a.      Sesuatu yang dengan sendirinya menunjukkan hal yang umum.
b.     Isim syarat
c.      Isim istifham (kata tanya).
d.     Isim maushu (kata sambung)
e.      Nakirah ( tak tentu, tak definit) dalam konteks
f.       Ma’rifah (tertentu, definit)
g.      Ma’rifah karena adanya alif lam
8.     Khas (Khusus)
Adalah lafal yang menunjukkan sesuatu yang dibatasi dengan pribadi atau bilangan.
Misalnya : nama diri, bilangan
9.     Muthlaq dan muqayyad
Muthlaq adalah sesuatu yang menunjukkan hakikat tanpa adanya pengikat.
Contoh : “maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.” (QS. Al-Mujadilah ayat 3)
Muqayyad adalah sesuatu yang menunjukkan hakikat dengan adanya pengikat
Contoh : “(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.”(QS. An-Nisa ayat 92)
10.  Mujmal dan Mubayyan
Mujmal adalah sesuatu yang pemahaman maksudnya didasarkan kepada sesuatu yang lain baik dalam hal ta’yin (penentuan)nya, penjelasan tatacaranya, atau kadar (ukuran)nya.
Contoh : “wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)tiga kali quru’.” (QS. Al Baqarah ayat 228)
Mubayyan adalah sesuatu yang dapat dipahami maksudnya berdasarkan penggunaannya sejak awal mula atau setelah adanya penjelasan
Contoh : “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah ayat 43)
11.  Zhahir dan Mu’awwal
Zhahir adalah sesuatu yang dengan sendirinya menunjukkan makna yang rajah yang disertai kemungkinan adanya makna yang lain.
Contoh :
Sabda Rasulullah : “Berwudhulah kalian karena makan daging unta.”
Mu’awwal adalah sesuatu yang lafalnya dibawa kepada makna yang marjuh.
Contoh : “Dan tanyalah (Penduduk) negeri.” (QS. Yusuf ayat 82)
12.  Nasakh
Nasakh adalah menghapus hukum atau lafal syar’i dari sutu dalil syar’i dengan dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah
Contoh : “sekarang Allah telah meringankan kepadamu…” (QS. Al-Anfal ayat 66)
Hal-hal yang tidak dapat dinasakh yaitu khabar dan hukum-hukum yang berupa kemaslahatan (yang berlaku) untuk setiap waktu dan tempat seperti tauhid, pokok-pokok keimanan, dan sejenisnya.
13.  Akhbar
Akhbar adalah segala hal yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, atau sifat.
14.  Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid umat ini sepeninggal Nabi mengenai suatu hukum syar’i.
Macam ijma’ :
a.      Ijma’ qath’i : ijma’ yang diketahui terjadinya diantara umat ini secara pasti.
Contoh : ijma’ tentang wajibnya sholat lima waktu.
b.     Ijma; dzanni : ijma’ yang tidak diketahui kecuali dengan cara menelaah dan meneliti.
15.  Qiyas
Adalah penyamaan suatu cabang dengan pokok dalam suatu hukum karena adanya illah (sebab) yang menyatukan (mengumpulkan) keduanya.
Syarat qiyas :
a.      Tidak bertabrakan dengan dalil yang lebih kuat.
b.     Hukum perkara yang pokok ditetapkan berdasarkan pada nash atau ijma’
c.      Hukum pokok tersebut mempunyai illah (alasan, sebab) yang diketahui supaya dapat digabungkan antara yang pokok dan yang cabang dalam hal illah tersebut.
d.     Illah tersebut mengandung makna yang sesuai dengan hukum yang diketahui dari kaidah-kaidah syara’
e.      Illah terdapat pada cabang sebagaimana terdapat pada pokok.
16.  Ta’arudh
Adalah saling berhadapan antara dua dalil, yang satu menyelisihi yang lainnya.
Ta’arudh ada 4 macam keadaan :
a.      Memungkinkan untuk digabung
b.     Tidak mugkin digabung
c.      Jika tidak diketahui waktunya, diamalkan yang rajah jika memungkinkan untuk ditarjih (ada perangkat yang merajihkannya)
d.     Jika tidak memungkinkan dicari yang rajah, (tidak ada perangkat yang merajihkan), hendaknya tawaqquf (berdiam diri)
17.  Mufti dan Mustafti
Mufti adalah orang yang memberi tahu tentang hukum syar’i.
Mustafti adalah orang yang bertanya tentang hukum syar’i.
Syarat-syarat wajibnya fatwa :
a.      Terjadinya peristiwa yang ditanyakan
b.     Tidak mengetahui bahwa orang yang bertanya bertujuan untuk bersikap berlebihan, mencari keringanan, atau tujuan jelek lainnya.
c.      Fatwa tersebut tidak menimbulkan bahaya yang lebih besar.
18.  Ijtihad
Adalah mengerahkan segala daya upaya untuk mengetahui hukum syar’i.
Syarat-syarat ijtihad :
a.      Mengetahui dalil-dalil syar’I yang dibutuhkan dalam ijtihad.
b.     Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan shahih atau dha’ifnya suatu hadits.
c.      Mengetahui dalil-dalil yang menyebabkan suatu hukum menjadi berbeda.
d.     Memiliki kemampuan untuk beristimbath (mengeluarkan) hukum-hukum dari dalil-dalinya.
19.  Taqlid
Adalah mengikuti orang yang pendapatnya tidak dapat dipakai hujjah.
Tempat-tempat bolehnya taqlid :
a.      Orang yang bertaqlid adalah orang awam yang tidak mampu mengetahui hukum sendiri.
b.     Seorang mujtahid mendapati suatu permasalahan yang menuntut dirinya mengetahui hukumnya dengan segera, sementara ia tidak mampu meneliti masalah tersebut.
Macam-macam taqlid :
a.    Taqlid umum
Adalah taqlid yang mengikuti satu madzhab tertentu dengan mengambil keringanan yang ada dan kewajibannya dalam seluruh masalah agama
b.     Taqlid khusus

Mengambil suatu pendapat tertentu dalam masalah tertentu.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda