Minggu, 10 Februari 2019

Faktor Keragaman Penafsiran-Makul Tafsir

FAKTOR-FAKTOR KERAGAMAN DALAM PENAFSIRAN






Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah: Tafsir
Dosen Pembimbing: Abd. Halim, M. Hum.
Disusun oleh:
Zahrotul Fathurrahmah 183111132
Isti Nurfatimah            183111159



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
IAIN SURAKARTA
2018




BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Tafsir merupakan penjelasan rinci mengenai makna Al-Qur’an agar dapat dipahami secara jelas isi dari Al-Qur’an itu sendiri. Dalam memahami isi Al-Qur’an tentu banyak memiliki perbedaan dari berbagai sudut pandang, baik dilihat dari sudut pandang pada zaman Nabi Muhammad, para sahabat, maupun para ulama terdahulu. Dan kita bisa menyadari bagaimana kesadaran umat Islam saat ini mengenai perlunya pengetahuan mereka mengenai keragaman penafsiran yang terjadi dari masa Nabi Muhammad hingga Ulama terdahulu. Untuk itu kami akan membahas mengenai faktor keragaman penafsiran yang menjadi perbedaan pada zaman Nabi Muhammad, zaman sahabat, zaman tabi’in ataupun ulama terdahulu.














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Keragaman Penafsiran pada Masa Nabi Muhammad
Rujukan penafsiran pada masa Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an dan ijtihad Nabi yang dibimbing langsung oleh Alloh sebagaimana dijelaskan dalam firman berikut : “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm :53 ayat 3-5).
Maka dari itu, jika melihat penafsiran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, tidak terjadi perbedaan. Sebab apa yang telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad selalu diterima oleh sahabat. Sedangkan mengenai perbedaan-perbedaan yang ada terjadi dari asumsi sahabat tentang pemahaman ayat, hal itu disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pemahaman para sahabat.
Sebagai contoh ketidakpahaman Adi bin Hatin mengenai benang hitam dan benang putih yang disebutkan dalam Qur’an Surat Al-Baqoroh : 2 ayat 187 sampai akhirnya Adi bin Hatin menanyakan hal tersebut kepada Nabi Muhammad, dan Nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud itu adalah terangnya siang dan gelapnya malam. Al Bukhori meriwayatkan bahwa Adi bin Hatin mengikatkan benang putih disalah satu kakinya dan benang hitam di kakinya yang lain. Ia tetap makan dan minum hingga benang itu menjadi jelas perbedaannya.
Disisi lain Nabi memberikan peluang kepada umatnya untuk berbeda pendapat dalam hal-hal yang mereka lebih ketahui, yaitu hal-hal yang tidak berkaitan dengan urusan agama, sebagaimana dala hadits berikut : “kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian  (Daripada aku).” (HR. Muslim)



B.    Keragaman Penafsiran pada Masa Sahabat
Ada beberapa orang sahabat yang terkenal dalam ilmu tafsir. Beberapa orang sahabat tersebut terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 4 khalifah, diantaranya :
1.     Ali (menduduki peringkat pertama)
2.     Ubay bin Ka’ab (W. 23H/643M)
3.     Abdullah bin Mas’ud (W. 32H/652M)
4.     Abu Musa Al Asy’ari (W. 50H/670M)
Kelompok kedua terdiri dari :
1.     Abdullah bin Abbas (W. 68H/686M)
2.     Zaid bin Tsabit (W. 45H/665M)
3.     Abdullah bin Zubair (W. 94H/ 712M)
Sedangkan sahabat yang banyak menjelaskan Al-Qur’an adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, dan Ubay bin Ka’ab. Walaupun para sahabat itu hidup sezaman dengan Nabi, namun penafsiran mereka tidak sama. Misalnya suatu ketika ada seorang laki-laki yang datang kepada Umar. Laki-laki itu pun berkata, “saya sedang junub tetapi saya tidak mendapatkan air untuk mandi.” Lalu Umar menjawab, “tidakkah kamu ingat pada suatu perjalanan dimasa Nabi, aku dan kamu sedang junub. Kamu tidak shalat, sementara aku berguling-guling ditanah lalu shalat. Kemudian aku mendatangi Rasulullah untuk menanyakan hal tersebut dan beliau pun menjawab, “cukup bagimu (yaitu dua kali pukulan), yang pertama untuk mengusap wajah dan yang kedua untuk mengusap kedua tangan.
Adapun perbedaan pemahaman dikalangan sahabat antara lain :
1.   Al-qur’an seringkali mengubah makna kata. Misalnya pada masyarakat arab sebelum Islam mengenal shalat dengan do’a. selanjutnya, Islam datang dan mengubah makna shalat yang tidak hanya do’a tetapi lebih kepada ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
2.   Al-qur’an meminjam bahasa dari kabilah tertentu yang tidak digunakan oleh kabilah lain, seperti kata samidun (QS. An-Najm : 53 ayat 61) yang merupakan bahasa Yaman. Artinya sama dengan kata al-ghina (tidak merasa butuh).
3.     Al-qur’an meminjam bahasa dari bahasa selain Arab, seperti kata al-aro’id (QS. Al-Kahfi : 18 ayat 31, QS.Yasin : 36 ayat 56, QS. Al-Insan : 76 ayat 13, serta QS. Al-Mutaffifin : 83 ayat 23 dan 35 ). Menurut Al-Jauzi, itu adalah bahasa abasyah yang artinya ranjang atau tempat tidur.
4.     Ada kosakata yang belum dikenal sahabat. Misalnya, ketidaktahuan Ibnu Abbas mengenai iftah (berilah keputusan) dalam QS. Al-A’raf : 7 ayat 89 hingga ia mendengar perkataan binti dziazin, “ ta’ala ufatihuka (kemarilah, aku akan memperkarakan kamu).”
5.     Ada kosakata yang memiliki beberapa arti, seperti Al-Huda yang menurut As-Suyuthi memiliki 19 makna, diantarnya keteguhan (QS. Al-Fatihah : 1 ayat 6), penjelasan (QS. Al-Baqarah :2 ayat 5), agama (QS.Ali Imron : 3 ayat 73), dan keimanan (QS.Maryam : 19 ayat 76).
6.     Keberadaan Rasulullah dijadikan sebagai rujukan jika terjadi perbedaaan pemahaman diantara mereka.
7.     Rasulullah seringkali melarang mereka melakukan hal-hal yang memicu terjadinya perbedaan pendapat.
8.     Mereka memiliki pengetahuan yang luas mengenai bahasa Arab dan syari’at. Hal itu memudahkan mereka dalam memahami ayat sehingga memperkecil perbedaan pemahaman.
9.     Terpengaruh generasi. Tidak dipungkiri mereka adalah generasi terbaik. Semakin sedikit perbedaan dikalangan sahabat, semakin baik pula apalagi mereka mendapat bimbingan langsung dari Rasulullah.

C.    Keragaman Penafsiran pada Masa Tabi’in
Perbedaan penafsiran pada masa tabi’in semakin bertambah karena beberapa sebab berikut :
1.     Setiap ahli tafsir pada masa ini memberikan pendapat yang tidak sama dengan ahli tafsir lainnya, meskipun objeknya sama, seperti pengertian makna ash-shirath. Sebagian mereka ada yang mengartikannya dengan mengikuti al-Qur’an, keislaman, mengikuti as-sunah, dan al-jamaah, jalan peribadatan, atau menaati Allah dan Rasul-Nya.
2.     Sebagian mereka menjelaskan sesuatu yang umum, tetapi tidak bertujuan memberikan batasan.
3.     Satu kata memiliki dua kemungkinan makna atau lebih. Misalnya, kata qaswarah dalam QS al-mudatsir :74 ayat 51 yang dapat diartikan dengan seseorang yang melempar atau harimau.
4.     Mereka menjelaskan suatu kata dengan makna yang mirip. Misalnya, kata mauran dalam yauma tamuru as-sam’u mauran (QS. at-thur:52 ayat 9) secara bahasa diartikan bergerak. Sementara itu, jika berdasarkan pemahaman makna ayat yang menunjukkan dahsyatnya hari kiamat, mauran artinya gerakan yang ringan dan cepat.
5.     Ada dua kemungkinan qiro’ah atau lebih sehingga setiap mufassir menjelaskannya sesuai dengan bacaan tertentu dan mereka menganggapnya sebagai suatu perbedaan.

D.    Keragaman Penafsiran pada Masa Ulama Generasi Awal
Keragaman penafsiran pada masa ulama generasi awal dapat dilihat pada:
1.     Sinonim dalam bahasa sangat jarang terjadi
Sinonim dalam al-Qur’an menurut Ibnu Taimiyah sangat langka. Artinya, tidak mungkin satu kata dalam al-Qur’an memiliki makna yang sama dengan kata lain. Tetapi, terdapat kata syakk dalam ayat “maka jika engkau (Muhammad) berada dalam keraguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu.” (QS. Yunus:94). Dan kata raib dalam ayat “tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh:2 ). Sebagian ulama berasumsi bahwa kata syakk dan raib memiliki makna yang sama. Dengan demikian, dari aspek manapun, menurut Ibnu Taimiyah, sinonim sangat langka atau bahkan tidak ada.
2.     Jarang sekali suatu lafadz diungkapkan dengan lafadz lain yang dapat mengcover seluruh maknanya
Maksudya dengan kata yang berbeda, bukan kata yang pertama. Kalimat (suatu lafadz diungkapkan dengan lafadz yang satu), maksudnya dengan lafadz yang lain.
3.     Kekeliruan ulama yang mengganti kata dengan kata yang lain
Lebih dari itu, setiap kata memiliki makna yang berbeda-beda. Seandainya sebagian ulama eralasan bahwa kata itu bersinonim, nyatanya kata hatta terkadang bermakna illa-tidak secara mutlak. Kata illa bermakna “akhir dalam batasan tertentu”.
4.     Perbedaan pendapat terjadi karena ketidak jelasan dalil atau kebingungan dalam menangkap pesan dalil.
Hal ini menyebabkan seorang mujtahid berfatwa dengan dalil yang tidak jelas atau lali dalam memahami dalil. Banyak perbedaan pendapat dilator belakangi oleh 2 hal diatas. Misalnya, Imam Ahmad dalam satu kesempatan berpendapat demikian, namun pada kesempatan lain mengeluarkan pendapat yang berbeda.perbedaan pendapat terjadi akibat redaksi nash dan kadang karena kekeliaruan dalam memahami nash. Artinya ikhtilaf tersebut terjadi karena sebagian ahli tafsir salam dalam memahami nash dan tidak jarang mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan dalil yang rajah.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perbedaan pendapat merupakan ketentuan Allah dalam diri manusia sehingga tidak ada seorang pun didunia ini yang terhindar dari hal tersebut, termasuk ulama. Perbedaaan dalam penafsiran sering terjadi dalam masalah hukum dan telah disadari oleh para mujtahid. Berikut secara umum sebab yang mendorong terjadinya perbedaan penafsiran dari zaman Nabi Muhammad hingga zaman Ulama :
1.     Perbedaan pemahaman ulama ijtihad
2.     Teks memiliki makna lebih dari satu.
Itulah sebabnya perbedaan penafsiran kadang kembali kepada mujtahid dan kadang kembali kepada teks.
















DAFTAR PUSTAKA

Samsurrohman. 2014. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta : AMZAH.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, dkk. 2014. Syarah Pengantar Studi Ilmu Tafsir Ibnu Taimiyah. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar.
Edho. 2016. Pengertia Tafsir. http://www.pembelajaranmu.com/2016/12/pengertian-tafsir-secara-bahasa-dan.html. Diakses pada 10 Februari 2019 pukul 19.15

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda