Makalah Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia-Makalah SPI
SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah: Sejarah
Peradaban Islam
Dosen Pembimbing: Dr. Fauzi Muharom, M.Ag.
Disusun oleh:
Zahrotul Fathurrahmah (183111132)
Isnaini Solekhah (183111142)
Zulfina Aulia Wahidah (183111160)
Albert Taqy Asy Syakur (183111168)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IAIN SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Islam merupakan komponen penting yang turut membentuk dan mewarnai corak
kehidupan masyarakat Indonesia. Keberhasilan menembus dan mempengaruhi
kehidupan masyarakat Indonesia serta menjadikan dirinya sebagai agama utama
bangsa ini merupakan prestasi luar biasa. Hal ini terutama bila dilihat dari
segi letak geografis. Di mana jarak Indonesia dengan Negara asal Islam Jazirah
Arab cukup jauh. Apalagi bila dilihat sejak dimulainya proses penyebaran Islam
itu sendiri di kepulauan Nusantara ini.
Setelah Islam masuk ke Indonesia,
Islam langsung berkembang pesat dan semakin banyak orang yang masuk Islam
karena cara masuk Islam yang mudah dan tanpa paksaan. Dalam makalah ini akan
dibahas lebih mendalam mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
proses masuknya Islam ke Indonesia?
2.
Apa
yang menyebabkan Islam mudah diterima disemua kalangan?
3.
Melalui
jalur apa saja Islam masuk ke Indonesia?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia.
2.
Untuk
mengetahui apa yang menyebabkan Islam mudah diterima disemua kalangan.
3.
Untuk
mengetahui melalui apa saja Islam masuk ke Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Masuknya Islam
1. Teori Gujarat
Teori
Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India
bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori
ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan
teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke-19.
Menurutnya, orang-orang Arab bermazhab Syafei telah bermukim di Gujarat dan
Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke
Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan
pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur,
termasuk Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini
dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje.
Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua
India.
Orang-orang
Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding
dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi
pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah
keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di depan
namanya.Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang
memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada
tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di
Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa
Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.
Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat,
atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah
belajar kaligrafi khas Gujarat.
Alasan
lainnya adalah kesamaan mazhab Syafi’i yang di anut masyarakat muslim di
Gujarat dan Indonesia. Dalam perkembangannya, teori Gujarat dibantah oleh
banyak ahli. Bukti-bukti yang lebih akurat seperti berita dari Arab, Persia,
Turki, dan Indonesia memperkuat keterangan bahwa Islam masuk di Indonesia bukan
dibawa pedagang Gujarat. Sejarawan Azyumardi Azra menjelaskan bahwa Gujarat dan
kota-kota di anak benua India hanya tempat persinggahan bagi pedagang Arab
sebelum melanjutkan perjalanan ke Asia Tenggara dan Asia Timur. Selain itu,
pada abad XII-XIII Masehi wilayah Gujarat masih dikuasai pengaruh Hindu yang
kuat.
Dari
berbagai argumen teori Gujarat yang dikemukakan oleh beberapa sejarawan, ahli
antropologi, dan ahli ilmu politik, analisis mereka terlihat Hindu Sentris,
karena beranggapan bahwa seluruh perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya dan
agama di Indonesia tidak mungkin terlepas dari pengaruh India. Teori Gujarat
ini tentu terdapat kelemahannya, bila dibandingkan dengan Teori Makkah. Untuk
mengetahui lebih lanjut, di bawah ini akan dibahas tentang pandangan Teori
Makkah.
2. Teori Makkah
Teori Makkah mengatakan bahwa proses
masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Makkah atau Arab. Proses ini
berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang
memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah
seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini
pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi
Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana
Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari
Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal
Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab
tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi
spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara
Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan
sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga
terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan
Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat
sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan
rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di
Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di
Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari
hanya sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi
yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum
pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi
biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan
kumpulan atau perguruan tarekat. Terdapat fakta menarik dalam hal pelayaran
bangsa Arab yang ditulis oleh T.W. Arnold. Dinyatakan bahwa bangsa Arab sejak
abad ke-2 sebelum Masehi telah menguasai perdagangan di Ceylon. Jika kita
hubungkan dengan penjelasan kepustakaan Arab Kuno yang menyebutkan Al-Hind
berarti India atau pulau-pulau sebelah timurnya sampai ke Cina, dan Indonesia
pun disebut sebagai pulau-pulau Cina, besar kemungkinan pada abad ke-2 SM
bangsa Arab telah sampai ke Indonesia. Hanya penyebutannya sebagai pulau-pulau
Cina atau Al-Hind. Bila memang benar telah ada hubungan antara bangsa Arab
dengan Indonesia sejak abad ke-2 SM, maka bangsa Arab merupakan bangsa asing pertama
yang datang ke Nusantara
3. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses
kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini
Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal
Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan
analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat
Parsi dan Indonesia. Kesamaan budaya ini dapat dilihat pada masyarakat Islam
Indonesia antara lain:
Pertama, peringatan 10 Muharram atau
Asyura sebagai sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu
Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di
Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang
ditranslasi melalui bahasa Parsi. Kedua, Tradisi lainnya adalah ajaran mistik
yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah
dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati
dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan
dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan
sosial. Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja bahasa
Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian Al-Qur’an tingkat awal.
Huruf Sin yang ridak bergigi berasal dari Persia, sedangkat Sin bergigi berasal
dari Arab. Keempat, nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam Malik
Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini, Teori Persia
memiliki kesamaan mutlak dengan teori Gujarat. Kelima, Alasan lain yang dikemukakan
Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi
pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia.
Kesamaan lain adalah bahwa umat
Islam Indonesia menganut mazhab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran. Namun,
teori ini sukar untuk diterima oleh K.H. Saifuddin Zuhri sebagai salah satu
peserta seminar (1963). Alasan yang dikemukakannya adalah jika kita berpedoman
kepada masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke-7, hal ini berarti terjadi
pada masa kekuasaan Khalifah Ummayah. Saat itu kepemimpinan Islam di bidang
politik, ekonomi, dan kebudayaan berada di tangan bangsa Arab, sedangkan pusat
pergerakan Islam berkisar di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Baghdad, Jadi belum
mungkin Persia menduduki kepemimpinan dunia Islam.
B.
Berkembangnya Islam di
Indonesia
Di Indonesia
Islam mengalami akselerasi dan dinamika penyebaran Islam pada permulaannya,
sehingga Islam mudah berkembang. Pada abad 13 M Islam mulai berkembang di
Indonesia, semua ini tidak lepas dari peran pedagang-pedagang Islam yang
singgah di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Di Indonesia sendiri saluran
penyebaran Islam di sebarkan oleh para Raja, Adipati dan para Wali yang dikenal
dengan sebutan “Walisongo”, melalui beberapa cara antara lain perdagangan,
perkawinan, dakwah, pengobatan, dan kesenian.
Bukti dari
perkembangan Islam di wilayah-wilayah Indonesia tersebut adalah banyak
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seperti Kerajaan Samudra Pasai,
Kerajaan Aceh, Kerajaan Demak Bintaro dan masih banyak lagi kerajaan-kerajaan
lainnya. Bukti-bukti yang lainnya adalah banyak berdirinya pesantren dan
perkampungan muslim seperti Fanhien, kemudian ditemukannya benda-benda
purbakala islam termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam,
masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya. Dengan adanya bukti dari
perkembangan Islam itu kita harus mampu memanfaatkan peninggalan sejarah
tersebut.
C.
Islam Mudah di Terima Semua Kalangan
Islam cepat berkembang dan mudah di
terima semua kalangan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
1. Ajarannya sederhana meliputi ajaran islam, baik bidang akidah,
syariah dan akhlaknya mudah dimengerti dan diterima oleh semua lapisan
masyarakat,dapat diamalkan secara luwes dan ringan, selalu memberikan jalan
keluar dari kesulitan.
2. Syarat untuk masuk islam sangat mudah, yaitu hanya dengan
mengucapkan kalimat syahadat.
3. Agama islam tidak mengenal kasta.
4. Upacara-upacara keagamaan bersifat sederhana.
5. Islam disebarkan secara damai lewat pendekatan budaya, kesanggupan
pembawa Islam tempo hari dalam memberikan konsesi terhadap adat kebiasaan yang
ada dan hidup dalam masyarakat.
6. Jatuhnya kerajaan Majapahit & Sriwijaya menyebabkan kerajaan
islam berkembang pesat.
D.
Jalur-jalur Islamisasi di Indonesia
1. Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran
Islamisasi merupakan perdagangan. Kesibukan lalulintas perdagangan pada abad
ke-7 hingga ke-16M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, dan India)
turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tengah,
Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini
sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan
perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa jawa yang menjabat
sebagai bupati-bupati Majapahit yang di tempatkan di pesisir utara Jawa banyak
yang masuk Islam, bukan hanya karena factor politik dalam negeri yang sedang
goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang
Muslim. Dalam perkembangan selanjutknya, mereka kemudian mengambil alih
perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang
Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi,
terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri
saudagar-saudagar itu. Sebelum menikah mereka di Islamkan terlebih dahulu.
Setelah mereka mempuinyai keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya,
timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan Muslim.
3. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga di lakukan melalui
pendidikan, yang disebut pesantren atau
ma’had. Disana calon ulama dan guru agama mendapat pendidikan agama. Setelah
keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampong masing-masing kemudian
berdakwah ke tempat-tempat tertentu untuk mengajarkan agama Islam.
4. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan,
kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di
samping itu baik di Sumatera dan Jawa
maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara
politis banyak menarik penduduk kerajaan.
5. Pembebasan Budak
Pada masa masuknya Islam di
Indonesia, perbudakan masih berlaku. Banyak budak saudagar Hindu dan Budha yang
dibeli oleh saudagar muslim dan kemudian mereka dimerdekakan. Mereka masuk
dalam keluarga muslim karena keadilan sehingga mereka pun tertarik untuk
menganut agama Islam. Dengan demikian, jelaslah Islam masuk ke Indonesia tanpa
paksaan. Islam masuk dengan dilandasi oleh cinta kasih dan damai. Agama Islam
dapat diterima oleh sebagian besar penduduk Indonesia yang haus akan keadilan.
Melalui ajaran tentang cinta kasih, perdamaian, persamaan tanpa membedakan
kasta, dan keadilan, Islam dapat terus berkibar di Indonesia hingga kini.
E.
Perbedaan Pendapat mengenai
masuknya Islam di Indonesia
Banyaknya
perbedaan pendapat mengenai masuknya Islam di Indonesia terjadi karena
banyaknya sumber yang berbeda. Ilmu sejarah tidak cukup hanya berdasarkan
perkiraan atau hipotesa belaka. Tetapi ilmu sejarah memerlukan bukti-bukti yang
otentik tentang permulaan masuknya islam di Indonesia, sehingga sampai sekarang
masih mengalami kesulitan yang prinsip, antara lain:
1. Buku-buku sejarah Indonesia banyak yang ditulis oleh orang-orang
Belanda pada zaman pemerintahan Belanda
menjajah Indonesia.
2. Buku-buku sejarah yang ada sering mengemukakan bukti berupa cerita
rakyat yang hidup dan dipercayai oleh orang banyak sejak dahulu sampai
sekarang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori masuknya Islam ke Indonesia terbagi
menjadi tiga yaitu teori Gujarat, teori Mekah, dan teori Persia. Bukti dari
perkembangan Islam di wilayah-wilayah Indonesia tersebut adalah banyak
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, berdirinya pesantren atau
ma’had, dan kampong muslim. Islam cepat berkembang dan mudah di terima semua
kalangan karena dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain: ajarannya sederhana,
syarat untuk masuk islam sangat mudah, agama islam tidak mengenal kasta, pacara-upacara
keagamaan bersifat sederhana, Islam disebarkan secara damai, dan jatuhnya
kerajaan Majapahit & Sriwijaya menyebabkan kerajaan islam berkembang pesat. adapun jalur-jalur Islamisasi di Indonesi yaitu melaui saluran
perdagangan, saluran perkawinan, saluran pendidikan, saluran politik, pembebasan
Budak
B.
Saran
Dilihat dari sejarah masuknya Islam
ke Indonesia melalui perjuangan yang luar biasa, maka hendaklah kita sebagai
pemuda ikut berperan dalam menegakkan ajaran Islam di akhir zaman ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam
Modern di Indonesia. 1974. Jakarta: Tinta Mas.
Yatim Badri, Sejarah Peadaban Islam(Dirosah Islamiyah
II). 2006. Jakarta: Rajawali
Press
Yunan,
Aswin. Teladan Sempurna Pendidikan Agama
Islam. 2010. Solo: Platinum.
Zuhairini. dkk., Sejarah
Pendidikan Islam. 1997. Jakarta: Bumi Aksara.
.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda